SIMPUL.MEDIA, Paser – Beberapa pekan terakhir ini persoalan gas elpiji 3 kilogram dan penambangan pasir tengah hangat diperbincangkan dijagad maya. Diinformasikan harga gas melon harganya menembus hingga diatas Rp45 ribu, sementara harga pasir mencapai Rp200 ribu per kubik.
Pemerhati Politik dan Hukum (Patih) Kabupaten Paser, Muchtar Amar mengatakan tingginya gas elpiji hingga diatas Rp45 ribu di tingkat pengecer yang justru terindikasi tak memiliki izin untuk mendistribusikan dan menjual. Demikian pula harga pasir mencapai Rp200 ribu per kubik yang ia menduga dinaikkan secara sepihak oleh penambang berizin.
Dengan dua kondisi diatas, berdasarkan kacamatanya ia melihat kejadian ini justru dibiarkan oleh pangkalan elpiji berizin. Berbeda halnya penambang pasir berizin melakukan hal sebaliknya. Dimana penambang berizin melaporkan yang belum berizin.
“Akhirnya para penambang pasir yang tak memiliki izin setop bekerja karena takut,” tutur Muchtar, kepada Simpul.Media, Jumat (7/10/2022).
Meski penambang pasir yang terindikasi belum memiliki izin sempat setop kerja, ia mengatakan kini telah dapat kembali bekerja dan membuat harga pasir berangsur normal. Dirinya menilai penegakan hukum di Paser belum memberikan kebermanfaatan yang adil bagi rakyat.
“Hukum itu harus memberikan kemaslahatan bagi rakyat, jangan rakyat melakukan kemaslahatan ditindak, sebaliknya yang meresahkan tidak ditindak,” tegas Muchtar.
Ia mempertanyakan pihak kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Semestinya polisi bersinergi membantu untuk menguraikan persoalan yang menjadi kebijakan pemerintah.
“Polres Paser sepertinya belum memahami persoalan krusial yang menyulitkan rakyat, menurut saya lebih bermanfaat penambang pasir meski mereka belum berizin daripada pengecer elpiji tiga kilogram belum berizin,” terang dia.
Ia menginginkan pihak kepolisian lebih serius dan memahami kesulitan rakyat, apalagi menyangkut keberlangsungan pembangunan pemerintah sesuai visi Presisi yang terus digaungkan. Termasuk untuk memasok kebutuhan bahan baku di Ibu Kota Negara (IKN)
Ia bilang kenaikan harga pasir kasar dari Rp85 ribu menjadi Rp200 ribu per kubiknya, pastilah berpotensi mengganggu stabilitas ketersediaan pasir untuk bahan pembangunan IKN dan daerah penyangganya. Dengan upaya penambang pasir kembali bekerja ia memaknai untuk keberlangsungan kemaslahatan dalam pembangunan.
“Mereka masyarakat penambang pasir bekerja jaga kestabilan harga dan menjaga keberlangsungan ketersediaan pasir, harusnya dibina dan difasilitasi, bukan ditakut-takutin, apalagi oleh pihak yang ingin memonopoli ketersediaan pasir dengan modus telah berizin, ini terindikasi bentuk upaya jaringan mafia, harus diberantas,” ucap Muchtar Amar.
Sementara, jika penambang pasir, pengecer elpiji tiga kilogram, pengecer BBM subsidi yang konon sebagai pelaku UMKM belum berizin dan mungkin mendapatkan untung pun tidak seberapa. Ia mempertanyakan bagaimana untuk menyelesaikan. Pasalnya untung pun tak seberapa, ia berharap ada solusi.
“Jadi jika semua ditindak, bisa berpengaruh pada roda perekonomian masyarakat sampai di desa-desa, dampaknya luas. Alangkah baiknya didata, dibina agar tertib dan sambil izinnya diurus. Jika terhambat regulasi, dikoordinasikan ke pusat, tidak perlu ditindak tegas,” tandasnya. (ir)